Arti dan Makna Sila Ketuhanan
yang Maha ESA
A.
Arti Sila Ketuhanan yang Maha ESA
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketahuan Yang Maha
Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa
Sansekerta ataupun bahasa Pali. Banyak diantara kita yang salah paham
mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah
menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketahuan Yang Maha Esa adalah
Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam
bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketahuan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang
bermakna satu.
Ketuhanan
berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an.
Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari
kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran –andapat
memberi makna perubahan menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…
Kata ketuhanan
yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an bermakna
sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau
sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata Maha
berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan
dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata “esa” juga
berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau
tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu
pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this-
Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa
Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam
sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan
adalah “eka” bukan kata “esa”.
Dari penjelasan
yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti dari Ketahuan Yang Maha
Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual
yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya Ketahuan Yang
Maha Esa
berarti
Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan
pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan
Tuhannya.
B.
Makna sila Ketahuan Yang Maha Esa
Makna sila ini
adalah
1) Percaya dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-maisng menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Hormat
dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3) Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing
4) Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
5) Frasa
Ketahuan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama
monoteis namun frasa ini menekankanke-esaan dalam beragama.
6) Mengandung
makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
7) Menjamin
peenduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
8) Negara memberi fasilitas bagi tumbuh
kembangnya agama dan dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik
agama.
9) Bertoleransi
dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut
agama masing-masing.
Manusia sebagai
makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh
penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai hubungan dengan
yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib menjalankan
perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya. Dalam konteks bernegara, maka dalam
masyarakat yang berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan
memeluk agama masing-masing. Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang
diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam
Pancasila seperti kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama, atau
orang memeluk agama dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu
dalam masyarakat Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan
tumbuh subur dan konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.
Jika ditilik
secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri manusia dan di
luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati (di atas /
di luar yang kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah
dipahami oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah
dikenal paham animisme, dinamisme, sampai paham politheisme. Kekuatan ini terus
saja berkembang di dunia sampai masuknya agama-agama Hindu, Budha, Islam,
Nasrani ke Indonesia, sehingga kesadaran akan monotheisme di masyarakat
Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu tepatlah jika rumusan sila pertama
Pancasila adalah Ketahuan Yang Maha Esa
Keberadaan
Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada makhluk hidup dan siapapun,
sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun justru disebabkan
oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah Prima Causa yaitu sebagai
penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain. Dengan
demikian Ketahuan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan
diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini
adalah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas,
sedangkan selainNya adalah terbatas.
Negara Indonesia
didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketahuan Yang Maha Esa
yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan
penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, seperti pengertiannya trkandung dalam:
1. Pembukaan
UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara
Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama
tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau
negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD
1945
(1)
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
(2)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
Oleh karena itu
di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang
Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa,
anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini
hendaknya diwujudkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi
dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntutan agama
masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan
beragama .
Untuk
senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:
- Kerukunan hidup antar umat seagama
- Kerukunan hidup antar umat beragama
- Kerukunan hidup antar umat beragama dan
Pemerintah
Tri kerukunan
hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa.
Di dalam
memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa
berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk
menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya.
Sila ke 1
Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II
sampai dengan Sila V.
C.
Pokok-pokok Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya
dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca
dalam Pembukaan UUD 1945 dimana perumusan Pancasila itu terdapat tetapi
dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi
sebagai berikut :
“ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ”
Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha
Esa secara yuridis constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari
keberhasilan bangsa Indonesia untuk menuju pada apa yang benarm baik dan adil.
Dasar ini merupakan pengikat moril bagi pemerintah dalam menyelenggarakan
tugas-tugas Negara, seperti memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).
Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis
constitutional ini membawa konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
- Pemerintah
wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan keagamaan yang
sehat.
- Pemerintah
memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penyebaran agama, baik
penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
- Pemerintah
melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.
- Pemerintah
melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan
beragama bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain.
Oleh karena itu kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan
bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradap,
harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga membawa seluruh rakyat
Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal
ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran keagamaan, memberi bimbingan
pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan
persatuan bangsa, maka asas kebebasan memelu agama ini harus diikuti dengan
asas toleransi antar pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara
pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah
menurut agama mereka masing-masing.
4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama
sekali dari kehidupan duniawi/kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu system
sebagaimana satunya jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat
untuk mengatur kehidupan di dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat
yang baik. Kehidupan beragama tidak bias lepas dari pembangunan masyarakat itu
sendiri, bangsa dan Negara demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran materiil
maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam agama,
semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan bangsa dan Negara,
semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran dan
keadilan bagi bangsa itu sendiri.
D.
Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kita percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
- Kita melaksanakan kepercayaan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa itu menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradap.
- Kita harus membina adanya saling menghormati
antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Kita harus membina adanya saling kerjasama dan
toleransi antara sesame pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
- Kita mengakui bahwa hubungan manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa sebagai hak pribadi yang paling hakiki.
- Kita mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
- Kita tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita
kepada orang lain.
Sumber: