Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan laporan
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan
RI mengalami peningkatan. “Jumlah kasus HIV/AIDS tiap tahunnya mengalami
peningkatan karena banyak masyarakat yang tertular dan baru menyadari bahwa
dirinya berpenyakit HIV dan AIDS,” kata Humas Palang
Merah Indonesia Kota Jakarta Timur Dewi Rahmadania, di Jakarta, Kamis. Menurut
data Ditjen PPM dan PL Depkes RI, lanjut dia, dalam triwulan pertama, Januari
hingga Maret 2011, dilaporkan tambahan kasus AIDS mencapai 351. “Kasus `acquired
immune deficiency syndrome or acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)` dan `human
immunodeficiency virus (HIV)` terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta
sebanyak 3. 995 dan kasus HIV sebesar 15.769,” katanya. Ia menjelaskan, secara
kumulatif kasus pengidap HIV/AIDS dari tanggal 1 Januari 1987 hingga Maret 2011
mencapai 24.482 kasus dengan angka kematian 4. 603 jiwa,” kata Dewi. Berdasarkan
jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki 17.840,
akibat pengguna narkoba suntik (IDU) 8.553, perempuan 6.553, akibat IDU 665 dan
tidak diketahui 89, akibat IDU 52. Selanjutnya, kata dia, jumlah kumulatif
kasus AIDS menurut faktor resiko, yaitu akibat heteroseksual 13.000,
homo-biseksual 734, IDU 9.274, transfusi darah 49, transmisi pinatal 637 dan
tidak diketahui 783. Menurut dia, daerah yang rawan di Jakarta Timur atas
penularan HIV, di sekitar Prumpung, Pulo Gadung, Jatinegara, Cakung, Pulo Gebang
dan lain-lain. “Daerah tersebut menjadi rawan penularan HIV karena terdapat
area lokalisasi dan penginapan liar, dan yang paling rawan terkena virus itu
adalah kaum remaja,” kata Dewi. Dia menambahkan, penularan HIV yang cukup
tinggi melalui hubungan seks yang beresiko tanpa menggunakan kondom,
menggunakan jarum suntik yang sudah tercemar HIV secara bergantian, melalui
transfusi darah yang tidak melalui uji saring dan melalui ibu hamil yang
terkena HIV “Saat ini belum ditemukan vaksin untuk virus HIV, namun orang yang
terinfeksi HIV bisa mendapatkan terapi Anti-Retroviral (ARV) ,” katanya. ARV,
kata dia, berfungsi sebagai penghambat perkembangan virus, mengurangi kadar
virus dalam Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) , menurunkan kadar viral load
dan menaikan kadar CD4 . “Hal yang tidak menularkan HIV, yaitu berjabat tangan,
berpelukan, digigit nyamuk, bersentuhan, berenang bersama, tinggal serumah
dengan ODHA, menggunakan toilet yang sama, dan menggunakan alat makan dan minum
yang sama. Dalam
rangka menyambut hari AIDS sedunia yang jatuh pada hari Kamis ini (01/12/2011),
banyak hal yang harus kembali direnungkan terkait semakin maraknya kasus HIV
ADIS. Di Indonesia sendiri, kasus
penularan HIV terbilanhg cukup mengkhawatirkan. Pasalnya negeri ini disebut
menjadi tempat penularan HIV tercepat di kawasan Asia Tenggara. Menurut data
resmi Kementrian Kesehatan, tercatat bahwa perkembangan HIV di Indonesia sejak
tahun 1987 hingga dengan September 2011 lalu telah mencapai 71.437 kasus.
Yang memprihatinkan, pengidap terbesar adalah mereka yang masih dalam usia produktif, yakni kelompok umur 20-30 tahun. Dan yang perlu diketahui, laporan tersebut belum mencerminkan data yang sesungguhnya karena kasus HIV AIDS di Indonesia dianggap seperti fenomena gunung es. Artinya, jumlah kasus yang berlum terungkap kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan kasus yang sudah terungkap. Penyebab utama penularan HIV di Indonesia diakibatkan oleh makin maraknya seks bebas, penggunaan narkoba suntik, ditambah dengan pengetahuan masyarakat yang masih rendah. Pada kasus hubungan seksual, pola penyebaran justru lebih besar terjadi pada kalangan heteroseksual. Sebanyak 54,8 persen kasus penyebaran HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual pada kelompok heteroseksual. Penyebaran melalui jarum suntik menempati posisi ke dua dengan prosentase 36,2 persen.
Pengidap HIV pun kini tidak hanya berasal dari kelompok Pekerja Seks Komersial, pria pelanggan PSK dan pengguna Narkoba suntik, namun penyumbang tingginya kasus HIV juga muncul dari kalangan masyarakat biasa, termasuk pada ibu rumah tangga.
Menteri kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pernah mengatakan bahwa jumlah ibu rumah tangga di Indonesia yang mengidap HIV terus meroket. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan kaum pria, khususnya suami mereka, yang sering menjadi pelanggan pekerja seks. Adapun wilayah di Indonesia yang menjadi tempat terbesar penularan HIV-AIDS masih di pegang Provinsi DKI Jakarta (3997 orang), diikuti oleh Papua (3989 orang) serta Jawa Barat yang berada di posisi tiga (3309 orang). Meski duduk di peringkat pertama, angka pertumbuhan dan penyebaran HIV-AIDS di jakarta masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan daerah lain. Kini pihak KPA bersama dengan BKKBN melakukan kerja sama untuk mencegah penyebaran virus mematikan ini dengan pendekatan 'Total Football', yaitu lewat penyluhan dalam ilmu agama serta komunikasi antarkeluarha dan pemberdayaan pemuda dan masyarakat lewat pembagian materi edukasi di tempat publik.
Yang memprihatinkan, pengidap terbesar adalah mereka yang masih dalam usia produktif, yakni kelompok umur 20-30 tahun. Dan yang perlu diketahui, laporan tersebut belum mencerminkan data yang sesungguhnya karena kasus HIV AIDS di Indonesia dianggap seperti fenomena gunung es. Artinya, jumlah kasus yang berlum terungkap kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan kasus yang sudah terungkap. Penyebab utama penularan HIV di Indonesia diakibatkan oleh makin maraknya seks bebas, penggunaan narkoba suntik, ditambah dengan pengetahuan masyarakat yang masih rendah. Pada kasus hubungan seksual, pola penyebaran justru lebih besar terjadi pada kalangan heteroseksual. Sebanyak 54,8 persen kasus penyebaran HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seksual pada kelompok heteroseksual. Penyebaran melalui jarum suntik menempati posisi ke dua dengan prosentase 36,2 persen.
Pengidap HIV pun kini tidak hanya berasal dari kelompok Pekerja Seks Komersial, pria pelanggan PSK dan pengguna Narkoba suntik, namun penyumbang tingginya kasus HIV juga muncul dari kalangan masyarakat biasa, termasuk pada ibu rumah tangga.
Menteri kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pernah mengatakan bahwa jumlah ibu rumah tangga di Indonesia yang mengidap HIV terus meroket. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan kaum pria, khususnya suami mereka, yang sering menjadi pelanggan pekerja seks. Adapun wilayah di Indonesia yang menjadi tempat terbesar penularan HIV-AIDS masih di pegang Provinsi DKI Jakarta (3997 orang), diikuti oleh Papua (3989 orang) serta Jawa Barat yang berada di posisi tiga (3309 orang). Meski duduk di peringkat pertama, angka pertumbuhan dan penyebaran HIV-AIDS di jakarta masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan daerah lain. Kini pihak KPA bersama dengan BKKBN melakukan kerja sama untuk mencegah penyebaran virus mematikan ini dengan pendekatan 'Total Football', yaitu lewat penyluhan dalam ilmu agama serta komunikasi antarkeluarha dan pemberdayaan pemuda dan masyarakat lewat pembagian materi edukasi di tempat publik.
Penanganan HIV dan AIDS di Indonesia Tertinggal
Aksi peduli HIV/AIDS bisa
dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan penyebaran stiker, poster
mengenai informasi dan penyadaran mengenai HIV/AIDS, seperti dilakukan Tim
Peduli HIV/AIDS Universitas Atmajaya, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Jakarta, Kompas - Deteksi dini dan pemberian obat antiretroviral
terbukti mampu menyembuhkan pengidap HIV/AIDS. Temuan di sejumlah negara ini
memberi harapan diakhirinya pandemi HIV/AIDS. Ketua Unit Pelayanan Terpadu HIV
RS Cipto Mangunkusumo Prof Zubairi Djoerban di Jakarta, Jumat (3/8), saat
menyampaikan hasil Konferensi AIDS Internasional Ke-19/2012, mengatakan,
penelitian menunjukkan tiga pengidap HIV disertai leukimia akut dan gangguan
limfoma bisa sembuh total. Virusnya tak terdeteksi lagi. Adapun 14 pengidap HIV
lain sembuh fungsional, yaitu virusnya tetap ada, tetapi tidak berkembang.
Mereka langsung minum antiretroviral (ARV) selama tiga tahun begitu didiagnosis
positif HIV. Kini, meski tujuh tahun tanpa obat, mereka tetap sehat. ”Di
Indonesia, penggunaan ARV selama tiga tahun sulit menyembuhkan karena infeksi
HIV diketahui dalam fase lanjut,” katanya. Untuk mencegah penularan HIV dari
ibu kepada bayi, ibu hamil dengan HIV wajib minum ARV. Hasilnya, tak ada bayi
lahir tertular HIV dari ibunya di Distrik Columbia, AS, sejak 2009. Penggunaan
ARV terbukti mampu menekan infeksi baru HIV. Sejumlah negara, seperti Malaysia
dan Thailand, mewajibkan semua ibu hamil mengikuti tes HIV. Jika terdeteksi,
mereka langsung diberi ARV. ”Tes HIV bagi semua ibu hamil sulit dilakukan di
Indonesia karena pengidap HIV masih didiskriminasi. Padahal, HIV bisa menular
kepada siapa saja dan di mana saja,” kata dokter dari RS Kramat 128 Jakarta,
Dyah Agustina Waluyo, yang juga hadir dalam konferensi. Kondisi HIV di
Indonesia berkebalikan dengan kondisi global. Saat pertumbuhan kasus baru HIV
di sejumlah negara menurun, di Indonesia malah naik. Laporan situasi
perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sampai Maret 2012 memperkirakan, 6,58 juta
orang di Indonesia rawan tertular HIV pada 2009. Jumlah tertinggi berasal dari
pria pelanggan pekerja seks (3,17 juta orang) dan istri mereka (1,94 juta
orang). Namun, yang terdata hingga Maret 2012 baru 82.870 kasus HIV dan 30.430
kasus AIDS. Dari jumlah itu, hanya 25.817 orang yang dapat ARV. Hal ini
menunjukkan tingginya kesenjangan jumlah penduduk yang rentan tertular HIV dan
yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS serta mendapat terapi ARV. Deteksi dini sulit
dilakukan karena tingginya diskriminasi terhadap pengidap HIV. Dyah
menambahkan, penanganan HIV di Indonesia belum terintegrasi. Di negara lain,
tempat tes HIV terintegrasi dengan pusat layanan kesehatan sehingga pengidap
bisa langsung ditangani.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar